Kajian Ramadhan 2: Puasa untuk Meraih Takwa
Sungguh, di bulan Ramadhan banyak pelajaran berharga yang bisa kita
petik. Pelajaran tersebut sulit didapati titik ujungnya. Pelajaran yang
bisa kita ambil yang paling besar adalah pelajaran takwa. Bahkan setiap
amalan yang ada di bulan Ramadhan bertujuan untuk meraih takwa.
Ketahuilah bahwa takwa adalah sebaik-baiknya bekal. Takwa adalah
sebaik-baik pakaian yang dikenakan seorang muslim. Takwa inilah yang
jadi wasiat orang terdahulu dan belakangan. Takwa itulah jalan keluar
ketika seseorang berada dalam kesulitan. Takwa itulah sebab mendapatkan
pertolongan ketika mati. Takwa itulah jalan menuju ketenangan.
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Intinya, takwa adalah wasiat Allah pada seluruh makhluk-Nya. Takwa pun menjadi wasiat Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam– kepada umatnya. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus
pasukan, beliau pun menasehati mereka untuk bertakwa. Itu semua
bertujuan supaya dengan takwa manusia meraih kebaikan.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 404).
Lalu apa yang dimaksud takwa? Takwa sebagaimana kata Tholq bin Habib rahimahullah,
التَّقْوَى : أَنْ
تَعْمَلَ بِطَاعَةِ اللَّهِ عَلَى نُورٍ مِنْ اللَّهِ تَرْجُو رَحْمَةَ
اللَّهِ وَأَنْ تَتْرُكَ مَعْصِيَةَ اللَّهِ عَلَى نُورٍ مِنْ اللَّهِ
تَخَافَ عَذَابَ
اللَّهِ
“Takwa adalah engkau melakukan ketaatan pada Allah atas petunjuk dari
Allah dan mengharap rahmat Allah. Takwa juga adalah engkau meninggalkan
maksiat yang Allah haramkan atas petunjuk dari-Nya dan atas dasar takut
pada-Nya.” (Lihat Majmu’atul Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 7: 163 dan Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam karya Ibnu Rajab Al Hambali, 1: 400).
Kata Ibnu Rajab Al Hambali,
وأصلُ التقوى : أنْ يعلم العبدُ ما يُتَّقى ثم يتقي.
“Takwa asalnya adalah seseorang mengetahui apa yang mesti ia hindari lalu ia tinggalkan.”
‘Aun bin ‘Abdillah berkata,
تمامُ التقوى أنْ تبتغي علمَ ما لم يُعلم منها إلى ما عُلِمَ منها
“Takwa yang sebenarnya adalah jika seseorang ingin tahu sesuatu yang tidak ia ketahui hingga ia pun akhirnya jadi tahu.”
Ma’ruf Al Karkhi berkata, dari Bakr bin Khunais, ia berkata,
كيف يكون متقياً من لا يدري ما يَتَّقي ؟
“Bagaimana seseorang bisa dikatakan bertakwa sedangkan ia tidak mengetahui apa yang mesti dijauhi?”
Lalu Ma’ruf kemudian berkata,
إذا كنتَ لا تُحسنُ تتقي أكلتَ الربا ، وإذا كنتَ لا تُحسنُ تتقي لقيتكَ امرأةٌ فلم تَغُضَّ بصرك
“Jika engkau tidak baik dalam takwa,
maka pasti engkau akan terjerumus dalam memakan riba. Kalau engkau
tidak hati-hati dalam takwa, maka pasti engkau akan memandang seorang
wanita lantas pandanganmu tidak kau tundukkan.” (Lihat Jaami’ ‘Ulum wal Hikam, 1: 402).
Ramadhan pun disebut oleh para ulama dengan bulan takwa. Sifat takwa inilah yang nanti akan diraih dari amalan puasa. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kalian berpuasa
sebagaimana diwajibkan pada orang-orang sebelum kalian agar kalian
menjadi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menyebutkan,
“Allah Ta’ala menyebutkan dalam ayat di atas mengenai hikmah
disyari’atkan puasa yaitu agar kita bertakwa. Karena dalam puasa, kita
mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Yang meliputi takwa
dalam puasa adalah seorang muslim meninggalkan apa yang Allah haramkan
saat itu yaitu makan, minum, hubungan intim sesama pasangan dan
semacamnya. Padahal jiwa begitu terdorong untuk menikmatinya. Namun
semua itu ditinggalkan karena ingin mendekatkan diri pada Allah dan
mengharap pahala dari-Nya. Inilah yang disebut takwa.
Begitu pula orang yang berpuasa melatih dirinya untuk semakin dekat
pada Allah. Ia mengekang hawa nafsunya padahal ia bisa saja menikmati
berbagai macam kenikmatan. Ia tinggalkan itu semua karena ia tahu bahwa
Allah selalu mengawasinya.
Begitu pula puasa semakin mengekang jalannya setan dalam saluran
darah. Karena setan itu merasuki manusia pada saluran darahnya. Ketika
puasa, saluran setan tersebut menyempit. Maksiatnya pun akhirnya
berkurang.
Orang yang berpuasa pun semakin giat melakukan ketaatan, itulah umumnya yang terjadi. Ketaatan itu termasuk takwa.
Begitu pula ketika puasa, orang yang kaya akan merasakan lapar
sebagaimana yang dirasakan fakir miskin. Ini pun bagian dari takwa.”
Demikian perkataan Syaikh As Sa’di dalam Taisir Al Karimir Rahman, hal. 86.
Moga puasa kita semakin mendekatkan kita pada sifat takwa. Hanya Allah yang memberikan kemudahan dan taufik.
—
Referensi:
- Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, tahqiq: Syu’aib Al Arnauth dan Ibrahim Yajus, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan kesepuluh, tahun 1432 H.
- Romadhon Durusun wa ‘Ibarun – Tarbiyatun wa Usrorun, Dr. Muhammad bin Ibrahim Al Hamad, terbitan Dar Ibnu Khuzaimah, cetakan kedua, tahun 1424 H.
- Taisir Al Karimir Rahman fii Tafsir Kalamil Mannan, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1423 H.
—
Pagi hari, 2 Ramadhan 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, D. I. Yogyakarta
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Sumber: https://muslim.or.id/17264-kajian-ramadhan-2-puasa-untuk-meraih-takwa.html