SEMENDE DALAM SEJARAH
Menyebut dan membicarakan Semende, maka akan terjadi rangkaian kata dan makna dengan sebutan:
1. Jeme Semende
2. Tanah Semende
3. Bahasa Semende
4. Adat Semende
I. ORANG SEMENDE/JEME SEMENDE
Orang Semende atau Jeme Semende merupakan komunitas tersendiri di Provinsi Sumatera Selatan yang tinggal dan berdiam di Kecamatan Semende, Kabupaten Muara Enim. Semende termasuk bagian dari kelompok Pasemah, termasuk Lematang, Lintang dan Lembak. Secara geografis Semende di bagi menjadi 2 kelompok, yaitu: 1)
1. Semende Darat di Kabupaten Muara Enim
2. Semende Lembak di Kabupaten Ogan Komring Ulu
Perjalanan hidup orang Semende menganut agama Islam pada awalnya dimulai dari adanya seorang Ulama (Wali) di Semende (Tumutan Tujuh): Tuan Guru SUTABARIS, dengan gelar MURTHABARAQ yang setingkat atau semasa dengan para wali Sembilan: Sunan Ampel, di Pulau Jawa2) sekitar abad 15 Masehi. Perjalanan hidup tersebut dapat diceritakan sebagai berikut.
1. Sunan Kali Jaga diantaranya adalah murid Sutabaris dan sebelum menjadi Wali Allah gurunya ada 3 (tiga) orang sebagai berikut :
1. Sunan Bonang selama 8 (delapan) tahun
2. Sunan Ampel selama 3 (tiga) tahun
3. Sutabaris di Tumutan Tujuh Semende selama 3 (tiga) tahun
2. Di Tumutan Tujuh Semende pernah diadakan rapat dan pertemuan-pertemuan penting para Wali untuk memecahkan permasalahan-permasalahan di Bumi Nusantara (Indonesia) pada saat itu, diantaranya musyawarah dalam menentukan Raja Islam pertama di Demak, Raden Fatah.
Para Wali yang rapat bermusyawarah di Tumutan Tujuh Semende tersebut adalah 4 (empat) orang wakil dari Wali Sembilan di Jawa dan seorang dari Sumatera, yaitu:
1. Sunan Gunung Jati (Cirebon Jawa Barat)
2. Sunan Kali Jaga (Jawa Tengah)
3. Sunan Muria (Jawa Tengah)
4. Sunan Bonang (Jawa Timur)
5. Sutabaris (Sumatera/Semende)
1).Sumber Browsing Internet
2). Sumber dari KH. Kgs Abdurrahman Guru Tarikat Sammaniyah
Dari sumber lain setelah itu menyatakan banyak orang-orang dan para ulama datang untuk belajar, membawa ilmu pengetahuan dan menetap di Semende, yaitu:
1. Puyang Tuan Raje Ulie tinggal di Prapau
2. Puyang Baharuddin di Muara Danau
3. Puyang Leby (Pengulu Abd. Kohar) di Pulau Panggung
4. Puyang Nakanadin di Muara Tenang
5. Puyang Mas Pangeran Bonang di Muara Tenang
6. Puyang Skin Mande (Sang Diwe) di Muara Tenang
7. Puyang Raden Singe (asal Majapahit) di Muara Tenang
8. Puyang Rabbushshamad di Tanjung Raya
9. Puyang Regan Bumi di Tanjung Raya
10. Puyang Same Wali di Tanjung Tiga
11. Puyang Tuan Kecik (Rebiah Sakti) di Tanjung Laut
12. Puyang Raden Walet di Aremantai
13. Puyang Rene di Pulau Panggung dari Jepara (Tahun 1800 M)
Adanya Sutabaris di Semende (Tumutan Tujuh) dan terjadinya rapat/musyawarah di Semende yang dihadiri 4 (empat) Wali diantara 9 (sembilan) Wali dari Jawa serta berdatangannya orang-orang dan para ulama/wali (puyang, sebutan jeme Semende) membuktikan bahwa ajaran islam (Tauhid dan Syariat), adat istiadat ( kebudayaan Islam) sudah sejak lama dikenal oleh Jeme Semende. Mengapa orang semendo (Jeme Semende) tidak ingin mencari tahu, menyelidiki/mempelajari tentang sejarah semende? Namun demikian, ketaatan jeme semende beragama Islam dan menjalankan syariatnya telah dimulai sejak masih anak-anak, muda dan tua telah membuktikan adanya pengaruh ajaran islam yang mendalam kepada jeme semende. Dengan demikian, ajaran islam tertanam dan terpatri pada rohani dan jasmaninya. Jeme Semende dalam pergaulannya memakai adat tunggu tubang yang berpedoman pada Al Quran dan Al Hadist, diantaranya: mencintai, menghargai dan membela perempuan (Tunggu Tubang) yang dipimpin oleh Meraje. Hal tersebut sesuai dengan salah satu perintah ajaran Islam, tafsir H. Oemar Bakri: QS. Almujadalah, ayat 1-4. Inilah salah satu cara islam meningkatkan derajat wanita. Wanita tidak boleh dibiarkan nasibnya terlunta-lunta.3)
Pesatnya perkembangan agama islam di Semende dapat dibuktikan dengan adanya Para ulama atau kiai yang “naun” di Makkah yang pulang ke Semende, yaitu:
1. K.H. Mukhtar (ahli Nahu dan Fiqih) di Pulau Panggung
2. K.H. Abd Majid (alim membaca Al Quran) di Pulau Panggung
3. K.H. Abd Karim (hafidz Al Quran) di Muara Tenang
4. K.H. Abd Jabbar (ahli Nahu Syorof) di Remantai
5. K.H. Hasan Yusuf (ahli Nahu syorof) di Tanjung Raye
6. K.H. Zaini (ahli Qira’at Al Quran) di Tanjung Agung
7. K.H. Burhan (ahli Nahu Syorof) di Pajar Bulan
8. K.H. Marsid (ahli nahu Syorof) di Muara Tenang
9. Dan adalagi H.M. Yasin cucu K.H. Majid keluaran Mesir (penulis Qur’an Pusaka Indonesia di Jakarta zaman Presiden R.I pertama: Ir. Soekarno).
3)Tafsir Rahmat H.Umar Bakri cetakan ke 3 Jakarta 15 maret 1984
Dalam hal pemerintahan, dapat diketahui bahwa Pangeran Rene adalah Kepala Marga pertama pada zaman Belanda (sekitar tahun 1800 M) di Pulau panggung Semende. Pangeran Rene ini berasal dari Jepara Demak Jawa Tengah dan memiliki 3 saudara, dua orang saudaranya (kakaknya: Puyang Jadi dan adiknya: Puyang Setia) tinggal di daerah Marga Bengkulak Kecamatan Tanjung Lubuk OKI. 4)
Setelah Pangeran Rene meninggal, maka digantikan oleh anaknya Pangeran Anom Kupang (tahun 1850 M). Pada masa pemerintahan Pangeran Anom Kupang inilah Belanda bermaksud untuk menduduki daerah Semende, akan tetapi Belanda tidak dapat masuk, karena rakyat Semende sangat melawan dan dengan landasan agama Islam yang kuat, mereka tidak mau wilayahnya diganggu oleh siapapun juga, apalagi dijajah oleh Belanda. Atas kelicikan Belanda, maka pada 14 Agustus 1869 dibuat perjanjian antara Pemerintah Belanda dengan Pangeran Anom Kupang berupa piagam yang ditulis di atas Tembaga yang berisikan 24 pasal dan disimpan di Museum Rumah Bari Palembang, antara lain dinyatakan:5)
1. Daerah Semende yang dipimpin Pangeran Anom Kupang tidak takluk kepada Pemerintah Belanda.
2. Daerah Semende diakui Belanda sebagai Daerah Istimewa (SINDANG MERDEKA).
3. Tidak diwajibkan membayar upeti (pajak) kepada Belanda.
4. Tentara Belanda tidak boleh masuk daerah Sindang Merdeka sebelum mendapat izin Pemerintah Sindang Merdeka.
5. Orang luar Sindang Merdeka tidak berhak mengadili rakyat Sindang Merdeka dan mereka harus dikembalikan ke tempat asal (Sindang Merdeka), dan ia berhak mengadili orang luar bila berbuat kesalahan di dalam daerah Sindang Merdeka.
Perjuangan melawan penjajah Belanda telah dibuktikan oleh Puyang Rentul Panji Alam, Puyang Kepiri, Puyang Rabul, yang mempertahankan Benteng Aur Duri (Aik Enim Dik Beghikan). Kemudian Puyang Sangin, dengan julukan: Karang Jelatang dari Muara Tenang, berjuang melawan Belanda di Kecamatan Tanjung Agung Enim, yang juga beristrikan orang Pulau Panggung Enim, di antara anak cucunya adalah H.M. Thoyib dan dr. Mustofa.
Dalam mempertahankan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, pejuang-pejuang Semende yang terkenal antara lain :
1. Kapten Idham dari Pulau Panggung
2. Kapten H. M. Ichsan dari Tanjung Laut
3. Letnan Muis dari Pulau Panggung
4. Kol. TNI. (Purn) H. A. Zaidin dari Muara Tenang
5. Letkol. TNI (Purn) H. M. Badri dari Pulau Panggung
6. Gori dari Pulau Panggung
7. Rudi dari Pulau Panggung
4) Sumber data H.Kohapa Mantan KUA Pulau Panggung
5) Ibid H.Kohapa
8. H. Yazid Kenaru Pelda. TNI Angkatan 1945, dari Pajar Bulan
9. H.M. Djamili dari Muara Tenang, yang dijuluki Gajah Miri dan ditakuti Belanda
10. Mayor Mingsur Panji Alam dari Bayur Kisam cucu Rentul P. Alam dari Ma. Tenang
11. Kuris dari Tanjung Raya
12. Letnan Aziz Kontar dari Pulau Panggung
13. Sersan Bachtiar dari Pulau Panggung
14. Sersan Matseroh dari Muara Tenang
15. Laskar Ibnu Hasyim dari Pulau Panggung
16. Tentara Pelajar Drs. H. Barmawi HMS dari Muara Tenang
17. Tentara Pelajar Drs. H. Fuad Bahyien dari Pulau Panggung
Tidak dapat dilupakan juga pejuang wanita Semende seperti :
1. Hj. Kawimah Zaidin dari Tanjung Raya.
2. Hj. Badiyah Dahnan dari Tanjung Raya
II. TANAH SEMENDE
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, tanah Semende secara geografis terdiri dari 2 (dua) kelompok: Semende Darat di Kabupaten Muara Enim dan Semende Lembak di Kabupaten Ogan Komering Ulu. Namun demikian, dimanakah tanah Semende bermula? Tanah Semende berada di dataran tinggi sepanjang deretan Bukit Barisan Pulau Sumatera. Ada 7 (tujuh) dataran tinggi sepanjang Bukit Barisan, yaitu: 6)
1. Dataran Tinggi Gayo Luas di Provinsi Aceh
2. Dataran Tinggi Karo di Provinsi Sumatera Utara
3. Dataran Tinggi Agam di Sumatera Barat
4. Dataran Tinggi Kerinci di Provinsi Jambi
5. Dataran Tinggi Rejang Lebong di Provinsi Bengkulu
6. Dataran Tinggi Tanah Besemah di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan
7. Dataran Tinggi Tanah Semende (Tumutan Tujuh) di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan.
Sebagaian orang di dunia mengetahui dan secara diam-diam mengakui bahwa bilangan ke tujuh merupakan angka yang mengandung kekeramatan dan keunggulan non fisik. Dari 7 (tujuh) dataran tinggi di sepanjang Bukit Barisan di Pulau Sumatera tersebut dataran tinggi yang ke 7 (tujuh) terdapat di Semende. Dan di dataran tinggi itulah Bukit Barisan Hutan Belantara Tumutan Tujuh tempatnya Tuan Guru Sutabaris bermukim.
- Di Barat dikenal ”The Magaifecent Seven” (Tujuh Ksatria Super)
- Di Timur )Jepang) dikenal ”The Seven Samurai” (Tujuh Satria Samurai)
- Di Indonesia dikenal ”Tujuh Dataran Tinggi” dan ”Bukit Tumutan Tujuh” (The Hill of Seven Watter Resources) yang terdapat di Semende Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.
6)Drs. H. Fuad Bahyen Pensiunan Pertamina Pusat Jakarta
Dengan adanya perkembangan jaman dan peningkatan jumlah penduduk (Jeme Semende), pemukiman jeme semende telah menyebar kewilayah nusantara dalam bentuk komunitas-komunitas yang diantaranya menetap dengan perkembangan sebagai berikut :
1. Semende Darat (asal mula) di Kabupaten Muara Enim
2. Semende Lembak di Kabupaten Ogan Komring Ulu
3. Pulau Beringin Bayur
4. Ogan
5. Komering Ulu
6. Balik Bukit Barisan
7. Bengkulu Selatan Muara Sindang
8. Ulu Nasal
9. Marga Kinal
10. Padang Guci
11. Kedurang
12. Segimin
13. Semende Pesisir
14. Semende Abung
15. Marga Kasui (Rebang)
16. Kecamatan Bukit Kemuning
17. Sumber Jaya, Way Tenung
18. Marga Sekampung Talang Padang
19. Air Sepanas
20. Metro Tanjung Karang
21. Kaliandak dan Ketapang (Gunung Palas)
22. Meliputi Sebagian Pegunungan di Sumatera Selatan
Sebagian pendapat menyatakan bahwa terjadinya pengembangan tempat (wilayah) tersebut adalah atas inisiatif Puyang Awak (Nurqadin) dan kawan-kawan pada saat mencari tanah untuk anak cucunya Jeme Semende.7) Pendapat lain ada yang menyebutkan bahwa Puyang Awak (Nurqadin) adalah anak angkat Puyang Baharudin dari Muara Danau Semende, dan ia menugaskan Puyang Awak mencari tanah untuk anak cucu Jeme Semende.
Puyang Awak (Nurqadin) mencari tanah.8)
1. Puyang Awak dengan ditemani Puyang Hasanuddin dari Banten Jawa Barat (murid Syech Abdul Muhyi dari murid syech Abdul Rauf AL Sinkili Aceh) dan kawan-kawan berjalan kearah Bukit Barisan (Tulang Idang), Pematang Lembah Kapur. Setelah tiba di Bukit Barisan, Puyang Awak menoleh ke kanan dan ke kiri dan menyatakan bahwa sepemandangan mataku Bukit Barisan itu kelak tempat anak cucuku (Jeme Semende) pindah.
7) H.Tjikdeham mantan kepala SD Semende
8) Ibit
2. Mereka berjalan lagi menelusuri lereng Bukit Barisan, melewati Bukit Patah, Bukit Besar (sumber air panas) Ulu Indikat Bukit Kekulang, Bukit Pematang Kayu Are, naik Bukit Bepagut, turun ke Bukit Ringgit, terus ke Bukit Balai, Ulu Danau, Bukit Perigi, naik ke Gunung Seminung, Gunung Tanggamus, Gunung Raja Basa sampai kepinggir Laut Selat Sunda, di Ketapang menyeberang ke Banten. Pada tiap-tiap puncak Gunung dan Bukit Barisan, Puyang Awak menyatakan bahwa sepemandangan mataku kekanan dan kekiri adalah tempat anak cucuku pindah dikemudian hari.
3. Daerah-daerah tempat yang di lewati Puyang Awak berserta Puyang Hasanuddin dan kawan-kawan tersebut adalah bagian Hulu Sungai seperti Sungai Indikat, Enim, Ogan, Komering, Way Besai, Way Sekampung, Way Seputuih, Way Tulang Bawang, dan Sebelah kiri Ulu Sungai Manak Kedurang, Padang Guci, Kinal, Muara Saung, Nasal dan lain-lain.
Dengan demikian, tanah sepanjang mata Puyang Awak memandang ke kanan dan ke kiri mulai dari daerah Besemah sampai ke Kaliandak Ketapang (Lampung) dan tepi Laut penyeberangan Banten, adalah tempat anak cucu Puyang awak (Jeme Semende) pindah di kemudian hari. Kenyataannya memang demikian dan terbukti Jeme Semende sudah banyak yang pindah ke sana termasuk Jawa (NUSANTARA) bahkan ada yang menetap keluar negeri: MAKKAH, Saudi Arabia.
1. Puyang Hasanuddin dari Banten menyatakan pula kepada Puyang Awak (Nurqadin) bahwa di seberang sana (Jawa Barat) bagian barat ada Gunung Payung, disanalah tempat kelahiranku (tanah pusaka). Jeme Semende banyak yang mengaji/belajar Al-Quran dan memperdalam agama Islam di Banten, anak cucu Puyang Awak dapat pindah ke Banten (Gunung Payung) kata Puyang Hasanuddin.
2. Di Ketapang (Kaliandak, Gunung Palas) Puyang Awak menanamkan/menancapkan tongkatnya dari bambu betung, sebagai tanda dan dititipkan kepada Puyang Raden Embe untuk menjaganya.
Kedatangan para ulama/wali dan ada yang menetap di Semende Darat. 9)
Bertepatan dengan terjadinya perang di Kerajaan Mataram pada abad ke-17, para puyang (ulama/wali) berdatangan ke Semende dengan masing-masing membawa berbagai ilmu pengetahuan, seperti :
1. Puyang Mas Pangeran Bonang (dari kerajaan Mataram, Jawa Tengah), menyebarkan/mengajarkan agama Islam (Al-Quran dan Ilmu Tauhid).
2. Puyang Regan, Nakanadin (dari kerajaan Mataram, Jawa Tengah), mengajarkan agama Islam dan Hukum Adat
3. Puyang Ahmad dari Sumatera Barat, mengajarkan Agama Islam dan Hukum adat
4. Puyang Sangmurti dari Rindu Ati Penanjung Bengkulu Utara penyebar Hukum Adat dan Dukun Padi
9. Ibid H.Tjikdeham
5. Puyang Pemeriksa Alam dari Desa Lubuk Buntak Mulak, menyebarkan Hukum Adat, betungguan dan membela kebenaran
6. Puyang Agung Nyawe/Abdul Malik bin Abdullah (1678-1736) dari Trenggano, Semenanjung Malaka (Malaysia) adalah murid syech Abdul Muhyi dari murid syech Abdul Rauf Al Sinkili Aceh, mengajarkan bahasa Melayu Sangsekerta dan agama Islam
7. Puyang Kecabang dari Pasemah, mengajarkan Hukum Adat
8. Puyang Hasanuddin asal Banten Jawa barat murid syech Abdul Muhyi dari murid syeh Abdul Rauf Al Sinkili Aceh, penyebar/mengajarkan agama Islam
9. Puyang Samewali, menyebarkan Hukum Adat.
III. BAHASA SEMENDE
Bahasa sehari-hari Jeme Semende adalah bahasa Semende dengan kata-katanya berakhiran “E”, dilihat dari logat dan sebutan kata, bahasa semende ini termasuk dalam kelompok bahasa Melayu, sedangkan bahasa tulis menulisnya dikenal dengan Surat Ulu dan tempat menulisnya dibuat dari kulit kayu yang disebut dengan KAGHAS.
IV. ADAT ISTIADAT SEMENDE
Adat istiadat dan kebudayaan Semende sangat dipengaruhi oleh ajaran islam. Adat istiadat Semende yang sampai dengan saat ini masih sangat kuat dipegang oleh jeme Semende adalah adat istiadat TUNGGU TUBANG. Adat ini mengatur hak warisan dalam keluarga bahwa anak perempuan tertua sebagai ahli waris yang utama. Warisan tersebut seperti Rumah, sawah, kolam (tebat), kebun (ghepangan), dsb., yang diwariskan secara turun temurun. Warisan tersebut adalah harta pusaka tinggi, tidak boleh di bagi, tetap untuk tunggu tubang, kecuali kalau tuggu tubang menyerah, tidak mau lagi menjadi tunggu tubing. 10)
Untuk lebih jelasnya, adat istiadat semende di bagi menjadi:
1. Asal dan Terjadinya Adat Semende
2. Pengertian Semende
3. Lambang Adat Semende/Tunggu Tubang
1.Asal dan Terjadinya Adat Semende
Pada umumnya Jeme Semende mengakui dan menyatakan bahwa Adat Semende bertitik tolak dan berpedoman pada ajaran islam (kebudayaan islam) dan terjadinya adat semende ini adalah hasil rapat/musyawarah para puyang (ulama/wali) Semende yang bertempat di Pardipe Pagaruyung Marga Lubuk Buntak Pasemah pada Abad ke-17 dan sebagai koordinatornya: Puyang Awak (Nurqadim).
10) KH. Abd Jabbar Ulama Semende
Catatan :
1. Puyang Awak (Nurgadin) pada tahun 1650 M adalah anak angkat Puyang Baharuddin di Muara Danau dan dia tidak menyusuk/tinggal di tanah Semende.
2. Isteri Puyang Awak adalah adik perempuan (kelawai) Puyang Leby (Abdul Qohar) tidak ada keturunan.
3. Puyang Awak belajar mengaji (memperdalam) agama islam ke Aceh, gurunya Tuan Syekh Abdul Rauf Al Sinkili (1615–1693) yang pulang dari Mekkah pada tahun 1661 M. 11)
4. Suami adik perempuan (kelawai) Puyang Awak adalah Puyang Tuan Raje Ulie di Prapau Semende.
5. Tuan Syekh Abdul Rauf Al Sinkili adalah Wali Allah guru tarekat Satariyah, di antara muridnya adalah sbb :
- Syekh Burhanuddin Ulakan dari Sumatera Barat (1646 M)
- Syekh Abdul Muhyi dari Jawa Barat
- Syekh Nurqadin (Puyang Awak) dari Semende (1650 M)
Murid yang mendapat ijazah untuk mengajarkan/meneruskan tarekat Satariyah dari Syekh Abdul Rauf al Sinkili adalah Syekh Burhanudin Ulakan dari Sumatera Barat, dan Syekh Abdul Muhyi dari Jawa Barat, yang mempunyai murid dan mendapat ijazah meneruskan tarekat Satariyah bernama H.M. Hasanuddin dari Banten. 12)
Puyang Hasanuddin inilah diantaranya yang diajak Puyang Awak (Nurqadin) mencari tanah untuk anak cucu keturunan Semende sebagaimana yang telah diutarakan terdahulu.
Adat Semende disesuaikan dengan ajaran islam (ilmu tauhid dan syariat islam) untuk keselamatan dunia akhirat. Jadi Adat Semende itu termasuk kebudayaan Islam. Di dalam Alquran berbunyi “ittaqullah” artinya bertaqwalah kepada Allah dengan mengerjakan yang diperintah dan meninggalkan yang dilarang. Dalam Adat Semende terdapat perintah/suruhan dan larangan tersebut, yaitu :
a. Perintah/suruhan :
1. Menganut/memeluk agama islam
2. Beradat Semende
3. Beradab Semende
4. Betungguan (membela kebenaran)
b. Larangan/pantangan jeme Semende :
1. Sesama Tunggu Tubang pantang dimadukan, mengingat tanggung jawabnya berat
2. Bejudi/jaih/nyabung
3. Enggaduh racun tuju serampu (iri hati/hasut/dengki)
4. Nganakah duit
5. Maling tulang kance
6. Nanam kapas/wanggean (Ringan timbangannye)
7. Nanam sahang (pantang garang/pemarah)
11). Mahyuddin BA bin M. Ramli Fakiruilallah guru tarekat Sammaniyah asal Paiman Sumbar
12).Dr.Hj. Srimulyati, MA (et al) Mengenal & Memahami Tarekat Muktabarak di Indonesia, hal 173 tahun 2004
c. Sifat (motivasi) jeme Semende :
1. Benafsu (rajin bekerja)
2. Bemalu (sebagian dari iman)
3. Besingkuh (berbicara dan tingkah laku tidak sembarangan)
4. Beganti (setia kawan)
5. Betungguan (tidak goyah/mantap)
6. Besundi/beadab (tata krama, tata tertib)
7. Beteku (perhatian/suka membantu)
d. Fatwa Jeme Semende
1. Pajam suare dik be dane
2. Maluan nengah dik be pakai
3. Hilang baratan ghumah mighis
4. Kasih kance timbang ghase
5. Kasih sudare sesame ade
6. Kasih bapang sebelum marah
7. Kasih endung sepanjang mase
Menurut sejarah, pada jaman penjajahan Belanda, adat istiadat Semende ini dibuatkan pelakat/piagam yang disimpan di Museum Betawi (Jakarta) dan dijadikan pedoman Belanda untuk memberikan pertimbangan dan memutuskan suatu perkara yang terjadi di Semende.13)
2. Pengertian Semende
Semende terdiri dari dua suku kata yaitu Seme dan Ende dengan pengertian SEME = sama dan Ende = Harga. Semende = Sama Harga menurut logat Semende same rege yaitu betine (perempuan) tidak membeli dan bujang (lelaki) tidak dibeli. Pengertian Semende diartikan hubungan perkawinan (semende) bahwa laki-laki datang tidak dijual dan perempuan menunggu tidak membeli.
Semende menjadi Adat Semende disebut Tunggu Tubang yang penjabarannya dimulai berdasarkan :
1. Harta Pusake tinggi
2. Harte Pusake Rendah
Kedua-duanya tidak boleh di bagi dan sebagai penunggu ditunjuk anak perempuan tertua, jika tidak ada anak perempuan, maka anak laki-laki tertua sebagai tunggu tubangnya (anak belai). Harta Pusaka Tinggi yang telah turun temurun (bejulat) kepada anak cucu, cicit (piut) dan seterusnya sebagai ahli waris mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut :
1. Sama waris, Sama harga
2. Sama menjaganya
3. Perempuan (Tunggu Tubang) hanya menuggu tidak kuasa menjual
4. Laki-laki berkuasa, tapi tidak menuggu
13).Sumber, H. Tjikdeham mantan Kepala SD di Semende
5. Sama-sama mengambil faedah baik laki-laki atau perempuan rumusannya :
1. Perempuan dibela, laki-laki membela.
2. Sama-sama mengambil manfaat, yaitu perempuan disayang dan laki-laki disekolahkan tinggi, belajar mengaji sampai ke Makkah (Naun) dan sebagainya.
3. Sama-sama mengambil untung, perempuan lekas kawin (semende) sehingga orang tua berkesempatan mencari biaya untuk sekolah anak laki-laki, mengaji dan biaya kawin (semende).
4. Sama-sama mengharapkan hasil, perempuan lekas berkeluarga (semende) sehingga berkembang (berketurunan) dan laki-laki diantar kawin (semende) ke tunggu tubang lain.
Pemelihara harta warisan adalah ahli waris laki-laki dengan tugas mengawasi harta seluruhnya supaya tidak rusak, tidak berkurang, tidak hilang, dan sebagainya. Lelaki tidak berhak menuggu, dia seorang laki-laki seakan-akan Raja berkuasa memerintah dan diberi gelar dengan sebutan MERAJE.
Anak belai adalah keturunan anak betine (Kelawai Meraje) mengingat kelemahannya dan sifat perempuan (keibuan) maka ia dikasihi/disayangi dan ditugaskan menunggu harta pusaka sebagai tunggu tubang, mengerjakan, memelihara, memperbaiki harta pusaka dan ia boleh mengambil hasil (sawah, kolam, tebat, kebun/ghepangan) tetapi tidak kuasa menjual harta waris.
Seorang laki-laki di Semende berkedudukan sebagai MERAJE di rumah suku ibunya (kelawainye) dan menjadi rakyat di rumah isterinya sehingga dia meraje dan juga rakyat. Kalau warga Tuggu Tubang (Adat Semende) telah turun temurun berjulat berjunjang tinggi, maka tingkat pemerintah (Jajaran Meraje) tersusun sebagai berikut :
1. Jeme Semende
2. Tanah Semende
3. Bahasa Semende
4. Adat Semende
I. ORANG SEMENDE/JEME SEMENDE
Orang Semende atau Jeme Semende merupakan komunitas tersendiri di Provinsi Sumatera Selatan yang tinggal dan berdiam di Kecamatan Semende, Kabupaten Muara Enim. Semende termasuk bagian dari kelompok Pasemah, termasuk Lematang, Lintang dan Lembak. Secara geografis Semende di bagi menjadi 2 kelompok, yaitu: 1)
1. Semende Darat di Kabupaten Muara Enim
2. Semende Lembak di Kabupaten Ogan Komring Ulu
Perjalanan hidup orang Semende menganut agama Islam pada awalnya dimulai dari adanya seorang Ulama (Wali) di Semende (Tumutan Tujuh): Tuan Guru SUTABARIS, dengan gelar MURTHABARAQ yang setingkat atau semasa dengan para wali Sembilan: Sunan Ampel, di Pulau Jawa2) sekitar abad 15 Masehi. Perjalanan hidup tersebut dapat diceritakan sebagai berikut.
1. Sunan Kali Jaga diantaranya adalah murid Sutabaris dan sebelum menjadi Wali Allah gurunya ada 3 (tiga) orang sebagai berikut :
1. Sunan Bonang selama 8 (delapan) tahun
2. Sunan Ampel selama 3 (tiga) tahun
3. Sutabaris di Tumutan Tujuh Semende selama 3 (tiga) tahun
2. Di Tumutan Tujuh Semende pernah diadakan rapat dan pertemuan-pertemuan penting para Wali untuk memecahkan permasalahan-permasalahan di Bumi Nusantara (Indonesia) pada saat itu, diantaranya musyawarah dalam menentukan Raja Islam pertama di Demak, Raden Fatah.
Para Wali yang rapat bermusyawarah di Tumutan Tujuh Semende tersebut adalah 4 (empat) orang wakil dari Wali Sembilan di Jawa dan seorang dari Sumatera, yaitu:
1. Sunan Gunung Jati (Cirebon Jawa Barat)
2. Sunan Kali Jaga (Jawa Tengah)
3. Sunan Muria (Jawa Tengah)
4. Sunan Bonang (Jawa Timur)
5. Sutabaris (Sumatera/Semende)
1).Sumber Browsing Internet
2). Sumber dari KH. Kgs Abdurrahman Guru Tarikat Sammaniyah
Dari sumber lain setelah itu menyatakan banyak orang-orang dan para ulama datang untuk belajar, membawa ilmu pengetahuan dan menetap di Semende, yaitu:
1. Puyang Tuan Raje Ulie tinggal di Prapau
2. Puyang Baharuddin di Muara Danau
3. Puyang Leby (Pengulu Abd. Kohar) di Pulau Panggung
4. Puyang Nakanadin di Muara Tenang
5. Puyang Mas Pangeran Bonang di Muara Tenang
6. Puyang Skin Mande (Sang Diwe) di Muara Tenang
7. Puyang Raden Singe (asal Majapahit) di Muara Tenang
8. Puyang Rabbushshamad di Tanjung Raya
9. Puyang Regan Bumi di Tanjung Raya
10. Puyang Same Wali di Tanjung Tiga
11. Puyang Tuan Kecik (Rebiah Sakti) di Tanjung Laut
12. Puyang Raden Walet di Aremantai
13. Puyang Rene di Pulau Panggung dari Jepara (Tahun 1800 M)
Adanya Sutabaris di Semende (Tumutan Tujuh) dan terjadinya rapat/musyawarah di Semende yang dihadiri 4 (empat) Wali diantara 9 (sembilan) Wali dari Jawa serta berdatangannya orang-orang dan para ulama/wali (puyang, sebutan jeme Semende) membuktikan bahwa ajaran islam (Tauhid dan Syariat), adat istiadat ( kebudayaan Islam) sudah sejak lama dikenal oleh Jeme Semende. Mengapa orang semendo (Jeme Semende) tidak ingin mencari tahu, menyelidiki/mempelajari tentang sejarah semende? Namun demikian, ketaatan jeme semende beragama Islam dan menjalankan syariatnya telah dimulai sejak masih anak-anak, muda dan tua telah membuktikan adanya pengaruh ajaran islam yang mendalam kepada jeme semende. Dengan demikian, ajaran islam tertanam dan terpatri pada rohani dan jasmaninya. Jeme Semende dalam pergaulannya memakai adat tunggu tubang yang berpedoman pada Al Quran dan Al Hadist, diantaranya: mencintai, menghargai dan membela perempuan (Tunggu Tubang) yang dipimpin oleh Meraje. Hal tersebut sesuai dengan salah satu perintah ajaran Islam, tafsir H. Oemar Bakri: QS. Almujadalah, ayat 1-4. Inilah salah satu cara islam meningkatkan derajat wanita. Wanita tidak boleh dibiarkan nasibnya terlunta-lunta.3)
Pesatnya perkembangan agama islam di Semende dapat dibuktikan dengan adanya Para ulama atau kiai yang “naun” di Makkah yang pulang ke Semende, yaitu:
1. K.H. Mukhtar (ahli Nahu dan Fiqih) di Pulau Panggung
2. K.H. Abd Majid (alim membaca Al Quran) di Pulau Panggung
3. K.H. Abd Karim (hafidz Al Quran) di Muara Tenang
4. K.H. Abd Jabbar (ahli Nahu Syorof) di Remantai
5. K.H. Hasan Yusuf (ahli Nahu syorof) di Tanjung Raye
6. K.H. Zaini (ahli Qira’at Al Quran) di Tanjung Agung
7. K.H. Burhan (ahli Nahu Syorof) di Pajar Bulan
8. K.H. Marsid (ahli nahu Syorof) di Muara Tenang
9. Dan adalagi H.M. Yasin cucu K.H. Majid keluaran Mesir (penulis Qur’an Pusaka Indonesia di Jakarta zaman Presiden R.I pertama: Ir. Soekarno).
3)Tafsir Rahmat H.Umar Bakri cetakan ke 3 Jakarta 15 maret 1984
Dalam hal pemerintahan, dapat diketahui bahwa Pangeran Rene adalah Kepala Marga pertama pada zaman Belanda (sekitar tahun 1800 M) di Pulau panggung Semende. Pangeran Rene ini berasal dari Jepara Demak Jawa Tengah dan memiliki 3 saudara, dua orang saudaranya (kakaknya: Puyang Jadi dan adiknya: Puyang Setia) tinggal di daerah Marga Bengkulak Kecamatan Tanjung Lubuk OKI. 4)
Setelah Pangeran Rene meninggal, maka digantikan oleh anaknya Pangeran Anom Kupang (tahun 1850 M). Pada masa pemerintahan Pangeran Anom Kupang inilah Belanda bermaksud untuk menduduki daerah Semende, akan tetapi Belanda tidak dapat masuk, karena rakyat Semende sangat melawan dan dengan landasan agama Islam yang kuat, mereka tidak mau wilayahnya diganggu oleh siapapun juga, apalagi dijajah oleh Belanda. Atas kelicikan Belanda, maka pada 14 Agustus 1869 dibuat perjanjian antara Pemerintah Belanda dengan Pangeran Anom Kupang berupa piagam yang ditulis di atas Tembaga yang berisikan 24 pasal dan disimpan di Museum Rumah Bari Palembang, antara lain dinyatakan:5)
1. Daerah Semende yang dipimpin Pangeran Anom Kupang tidak takluk kepada Pemerintah Belanda.
2. Daerah Semende diakui Belanda sebagai Daerah Istimewa (SINDANG MERDEKA).
3. Tidak diwajibkan membayar upeti (pajak) kepada Belanda.
4. Tentara Belanda tidak boleh masuk daerah Sindang Merdeka sebelum mendapat izin Pemerintah Sindang Merdeka.
5. Orang luar Sindang Merdeka tidak berhak mengadili rakyat Sindang Merdeka dan mereka harus dikembalikan ke tempat asal (Sindang Merdeka), dan ia berhak mengadili orang luar bila berbuat kesalahan di dalam daerah Sindang Merdeka.
Perjuangan melawan penjajah Belanda telah dibuktikan oleh Puyang Rentul Panji Alam, Puyang Kepiri, Puyang Rabul, yang mempertahankan Benteng Aur Duri (Aik Enim Dik Beghikan). Kemudian Puyang Sangin, dengan julukan: Karang Jelatang dari Muara Tenang, berjuang melawan Belanda di Kecamatan Tanjung Agung Enim, yang juga beristrikan orang Pulau Panggung Enim, di antara anak cucunya adalah H.M. Thoyib dan dr. Mustofa.
Dalam mempertahankan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, pejuang-pejuang Semende yang terkenal antara lain :
1. Kapten Idham dari Pulau Panggung
2. Kapten H. M. Ichsan dari Tanjung Laut
3. Letnan Muis dari Pulau Panggung
4. Kol. TNI. (Purn) H. A. Zaidin dari Muara Tenang
5. Letkol. TNI (Purn) H. M. Badri dari Pulau Panggung
6. Gori dari Pulau Panggung
7. Rudi dari Pulau Panggung
4) Sumber data H.Kohapa Mantan KUA Pulau Panggung
5) Ibid H.Kohapa
8. H. Yazid Kenaru Pelda. TNI Angkatan 1945, dari Pajar Bulan
9. H.M. Djamili dari Muara Tenang, yang dijuluki Gajah Miri dan ditakuti Belanda
10. Mayor Mingsur Panji Alam dari Bayur Kisam cucu Rentul P. Alam dari Ma. Tenang
11. Kuris dari Tanjung Raya
12. Letnan Aziz Kontar dari Pulau Panggung
13. Sersan Bachtiar dari Pulau Panggung
14. Sersan Matseroh dari Muara Tenang
15. Laskar Ibnu Hasyim dari Pulau Panggung
16. Tentara Pelajar Drs. H. Barmawi HMS dari Muara Tenang
17. Tentara Pelajar Drs. H. Fuad Bahyien dari Pulau Panggung
Tidak dapat dilupakan juga pejuang wanita Semende seperti :
1. Hj. Kawimah Zaidin dari Tanjung Raya.
2. Hj. Badiyah Dahnan dari Tanjung Raya
II. TANAH SEMENDE
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, tanah Semende secara geografis terdiri dari 2 (dua) kelompok: Semende Darat di Kabupaten Muara Enim dan Semende Lembak di Kabupaten Ogan Komering Ulu. Namun demikian, dimanakah tanah Semende bermula? Tanah Semende berada di dataran tinggi sepanjang deretan Bukit Barisan Pulau Sumatera. Ada 7 (tujuh) dataran tinggi sepanjang Bukit Barisan, yaitu: 6)
1. Dataran Tinggi Gayo Luas di Provinsi Aceh
2. Dataran Tinggi Karo di Provinsi Sumatera Utara
3. Dataran Tinggi Agam di Sumatera Barat
4. Dataran Tinggi Kerinci di Provinsi Jambi
5. Dataran Tinggi Rejang Lebong di Provinsi Bengkulu
6. Dataran Tinggi Tanah Besemah di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan
7. Dataran Tinggi Tanah Semende (Tumutan Tujuh) di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan.
Sebagaian orang di dunia mengetahui dan secara diam-diam mengakui bahwa bilangan ke tujuh merupakan angka yang mengandung kekeramatan dan keunggulan non fisik. Dari 7 (tujuh) dataran tinggi di sepanjang Bukit Barisan di Pulau Sumatera tersebut dataran tinggi yang ke 7 (tujuh) terdapat di Semende. Dan di dataran tinggi itulah Bukit Barisan Hutan Belantara Tumutan Tujuh tempatnya Tuan Guru Sutabaris bermukim.
- Di Barat dikenal ”The Magaifecent Seven” (Tujuh Ksatria Super)
- Di Timur )Jepang) dikenal ”The Seven Samurai” (Tujuh Satria Samurai)
- Di Indonesia dikenal ”Tujuh Dataran Tinggi” dan ”Bukit Tumutan Tujuh” (The Hill of Seven Watter Resources) yang terdapat di Semende Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.
6)Drs. H. Fuad Bahyen Pensiunan Pertamina Pusat Jakarta
Dengan adanya perkembangan jaman dan peningkatan jumlah penduduk (Jeme Semende), pemukiman jeme semende telah menyebar kewilayah nusantara dalam bentuk komunitas-komunitas yang diantaranya menetap dengan perkembangan sebagai berikut :
1. Semende Darat (asal mula) di Kabupaten Muara Enim
2. Semende Lembak di Kabupaten Ogan Komring Ulu
3. Pulau Beringin Bayur
4. Ogan
5. Komering Ulu
6. Balik Bukit Barisan
7. Bengkulu Selatan Muara Sindang
8. Ulu Nasal
9. Marga Kinal
10. Padang Guci
11. Kedurang
12. Segimin
13. Semende Pesisir
14. Semende Abung
15. Marga Kasui (Rebang)
16. Kecamatan Bukit Kemuning
17. Sumber Jaya, Way Tenung
18. Marga Sekampung Talang Padang
19. Air Sepanas
20. Metro Tanjung Karang
21. Kaliandak dan Ketapang (Gunung Palas)
22. Meliputi Sebagian Pegunungan di Sumatera Selatan
Sebagian pendapat menyatakan bahwa terjadinya pengembangan tempat (wilayah) tersebut adalah atas inisiatif Puyang Awak (Nurqadin) dan kawan-kawan pada saat mencari tanah untuk anak cucunya Jeme Semende.7) Pendapat lain ada yang menyebutkan bahwa Puyang Awak (Nurqadin) adalah anak angkat Puyang Baharudin dari Muara Danau Semende, dan ia menugaskan Puyang Awak mencari tanah untuk anak cucu Jeme Semende.
Puyang Awak (Nurqadin) mencari tanah.8)
1. Puyang Awak dengan ditemani Puyang Hasanuddin dari Banten Jawa Barat (murid Syech Abdul Muhyi dari murid syech Abdul Rauf AL Sinkili Aceh) dan kawan-kawan berjalan kearah Bukit Barisan (Tulang Idang), Pematang Lembah Kapur. Setelah tiba di Bukit Barisan, Puyang Awak menoleh ke kanan dan ke kiri dan menyatakan bahwa sepemandangan mataku Bukit Barisan itu kelak tempat anak cucuku (Jeme Semende) pindah.
7) H.Tjikdeham mantan kepala SD Semende
8) Ibit
2. Mereka berjalan lagi menelusuri lereng Bukit Barisan, melewati Bukit Patah, Bukit Besar (sumber air panas) Ulu Indikat Bukit Kekulang, Bukit Pematang Kayu Are, naik Bukit Bepagut, turun ke Bukit Ringgit, terus ke Bukit Balai, Ulu Danau, Bukit Perigi, naik ke Gunung Seminung, Gunung Tanggamus, Gunung Raja Basa sampai kepinggir Laut Selat Sunda, di Ketapang menyeberang ke Banten. Pada tiap-tiap puncak Gunung dan Bukit Barisan, Puyang Awak menyatakan bahwa sepemandangan mataku kekanan dan kekiri adalah tempat anak cucuku pindah dikemudian hari.
3. Daerah-daerah tempat yang di lewati Puyang Awak berserta Puyang Hasanuddin dan kawan-kawan tersebut adalah bagian Hulu Sungai seperti Sungai Indikat, Enim, Ogan, Komering, Way Besai, Way Sekampung, Way Seputuih, Way Tulang Bawang, dan Sebelah kiri Ulu Sungai Manak Kedurang, Padang Guci, Kinal, Muara Saung, Nasal dan lain-lain.
Dengan demikian, tanah sepanjang mata Puyang Awak memandang ke kanan dan ke kiri mulai dari daerah Besemah sampai ke Kaliandak Ketapang (Lampung) dan tepi Laut penyeberangan Banten, adalah tempat anak cucu Puyang awak (Jeme Semende) pindah di kemudian hari. Kenyataannya memang demikian dan terbukti Jeme Semende sudah banyak yang pindah ke sana termasuk Jawa (NUSANTARA) bahkan ada yang menetap keluar negeri: MAKKAH, Saudi Arabia.
1. Puyang Hasanuddin dari Banten menyatakan pula kepada Puyang Awak (Nurqadin) bahwa di seberang sana (Jawa Barat) bagian barat ada Gunung Payung, disanalah tempat kelahiranku (tanah pusaka). Jeme Semende banyak yang mengaji/belajar Al-Quran dan memperdalam agama Islam di Banten, anak cucu Puyang Awak dapat pindah ke Banten (Gunung Payung) kata Puyang Hasanuddin.
2. Di Ketapang (Kaliandak, Gunung Palas) Puyang Awak menanamkan/menancapkan tongkatnya dari bambu betung, sebagai tanda dan dititipkan kepada Puyang Raden Embe untuk menjaganya.
Kedatangan para ulama/wali dan ada yang menetap di Semende Darat. 9)
Bertepatan dengan terjadinya perang di Kerajaan Mataram pada abad ke-17, para puyang (ulama/wali) berdatangan ke Semende dengan masing-masing membawa berbagai ilmu pengetahuan, seperti :
1. Puyang Mas Pangeran Bonang (dari kerajaan Mataram, Jawa Tengah), menyebarkan/mengajarkan agama Islam (Al-Quran dan Ilmu Tauhid).
2. Puyang Regan, Nakanadin (dari kerajaan Mataram, Jawa Tengah), mengajarkan agama Islam dan Hukum Adat
3. Puyang Ahmad dari Sumatera Barat, mengajarkan Agama Islam dan Hukum adat
4. Puyang Sangmurti dari Rindu Ati Penanjung Bengkulu Utara penyebar Hukum Adat dan Dukun Padi
9. Ibid H.Tjikdeham
5. Puyang Pemeriksa Alam dari Desa Lubuk Buntak Mulak, menyebarkan Hukum Adat, betungguan dan membela kebenaran
6. Puyang Agung Nyawe/Abdul Malik bin Abdullah (1678-1736) dari Trenggano, Semenanjung Malaka (Malaysia) adalah murid syech Abdul Muhyi dari murid syech Abdul Rauf Al Sinkili Aceh, mengajarkan bahasa Melayu Sangsekerta dan agama Islam
7. Puyang Kecabang dari Pasemah, mengajarkan Hukum Adat
8. Puyang Hasanuddin asal Banten Jawa barat murid syech Abdul Muhyi dari murid syeh Abdul Rauf Al Sinkili Aceh, penyebar/mengajarkan agama Islam
9. Puyang Samewali, menyebarkan Hukum Adat.
III. BAHASA SEMENDE
Bahasa sehari-hari Jeme Semende adalah bahasa Semende dengan kata-katanya berakhiran “E”, dilihat dari logat dan sebutan kata, bahasa semende ini termasuk dalam kelompok bahasa Melayu, sedangkan bahasa tulis menulisnya dikenal dengan Surat Ulu dan tempat menulisnya dibuat dari kulit kayu yang disebut dengan KAGHAS.
IV. ADAT ISTIADAT SEMENDE
Adat istiadat dan kebudayaan Semende sangat dipengaruhi oleh ajaran islam. Adat istiadat Semende yang sampai dengan saat ini masih sangat kuat dipegang oleh jeme Semende adalah adat istiadat TUNGGU TUBANG. Adat ini mengatur hak warisan dalam keluarga bahwa anak perempuan tertua sebagai ahli waris yang utama. Warisan tersebut seperti Rumah, sawah, kolam (tebat), kebun (ghepangan), dsb., yang diwariskan secara turun temurun. Warisan tersebut adalah harta pusaka tinggi, tidak boleh di bagi, tetap untuk tunggu tubang, kecuali kalau tuggu tubang menyerah, tidak mau lagi menjadi tunggu tubing. 10)
Untuk lebih jelasnya, adat istiadat semende di bagi menjadi:
1. Asal dan Terjadinya Adat Semende
2. Pengertian Semende
3. Lambang Adat Semende/Tunggu Tubang
1.Asal dan Terjadinya Adat Semende
Pada umumnya Jeme Semende mengakui dan menyatakan bahwa Adat Semende bertitik tolak dan berpedoman pada ajaran islam (kebudayaan islam) dan terjadinya adat semende ini adalah hasil rapat/musyawarah para puyang (ulama/wali) Semende yang bertempat di Pardipe Pagaruyung Marga Lubuk Buntak Pasemah pada Abad ke-17 dan sebagai koordinatornya: Puyang Awak (Nurqadim).
10) KH. Abd Jabbar Ulama Semende
Catatan :
1. Puyang Awak (Nurgadin) pada tahun 1650 M adalah anak angkat Puyang Baharuddin di Muara Danau dan dia tidak menyusuk/tinggal di tanah Semende.
2. Isteri Puyang Awak adalah adik perempuan (kelawai) Puyang Leby (Abdul Qohar) tidak ada keturunan.
3. Puyang Awak belajar mengaji (memperdalam) agama islam ke Aceh, gurunya Tuan Syekh Abdul Rauf Al Sinkili (1615–1693) yang pulang dari Mekkah pada tahun 1661 M. 11)
4. Suami adik perempuan (kelawai) Puyang Awak adalah Puyang Tuan Raje Ulie di Prapau Semende.
5. Tuan Syekh Abdul Rauf Al Sinkili adalah Wali Allah guru tarekat Satariyah, di antara muridnya adalah sbb :
- Syekh Burhanuddin Ulakan dari Sumatera Barat (1646 M)
- Syekh Abdul Muhyi dari Jawa Barat
- Syekh Nurqadin (Puyang Awak) dari Semende (1650 M)
Murid yang mendapat ijazah untuk mengajarkan/meneruskan tarekat Satariyah dari Syekh Abdul Rauf al Sinkili adalah Syekh Burhanudin Ulakan dari Sumatera Barat, dan Syekh Abdul Muhyi dari Jawa Barat, yang mempunyai murid dan mendapat ijazah meneruskan tarekat Satariyah bernama H.M. Hasanuddin dari Banten. 12)
Puyang Hasanuddin inilah diantaranya yang diajak Puyang Awak (Nurqadin) mencari tanah untuk anak cucu keturunan Semende sebagaimana yang telah diutarakan terdahulu.
Adat Semende disesuaikan dengan ajaran islam (ilmu tauhid dan syariat islam) untuk keselamatan dunia akhirat. Jadi Adat Semende itu termasuk kebudayaan Islam. Di dalam Alquran berbunyi “ittaqullah” artinya bertaqwalah kepada Allah dengan mengerjakan yang diperintah dan meninggalkan yang dilarang. Dalam Adat Semende terdapat perintah/suruhan dan larangan tersebut, yaitu :
a. Perintah/suruhan :
1. Menganut/memeluk agama islam
2. Beradat Semende
3. Beradab Semende
4. Betungguan (membela kebenaran)
b. Larangan/pantangan jeme Semende :
1. Sesama Tunggu Tubang pantang dimadukan, mengingat tanggung jawabnya berat
2. Bejudi/jaih/nyabung
3. Enggaduh racun tuju serampu (iri hati/hasut/dengki)
4. Nganakah duit
5. Maling tulang kance
6. Nanam kapas/wanggean (Ringan timbangannye)
7. Nanam sahang (pantang garang/pemarah)
11). Mahyuddin BA bin M. Ramli Fakiruilallah guru tarekat Sammaniyah asal Paiman Sumbar
12).Dr.Hj. Srimulyati, MA (et al) Mengenal & Memahami Tarekat Muktabarak di Indonesia, hal 173 tahun 2004
c. Sifat (motivasi) jeme Semende :
1. Benafsu (rajin bekerja)
2. Bemalu (sebagian dari iman)
3. Besingkuh (berbicara dan tingkah laku tidak sembarangan)
4. Beganti (setia kawan)
5. Betungguan (tidak goyah/mantap)
6. Besundi/beadab (tata krama, tata tertib)
7. Beteku (perhatian/suka membantu)
d. Fatwa Jeme Semende
1. Pajam suare dik be dane
2. Maluan nengah dik be pakai
3. Hilang baratan ghumah mighis
4. Kasih kance timbang ghase
5. Kasih sudare sesame ade
6. Kasih bapang sebelum marah
7. Kasih endung sepanjang mase
Menurut sejarah, pada jaman penjajahan Belanda, adat istiadat Semende ini dibuatkan pelakat/piagam yang disimpan di Museum Betawi (Jakarta) dan dijadikan pedoman Belanda untuk memberikan pertimbangan dan memutuskan suatu perkara yang terjadi di Semende.13)
2. Pengertian Semende
Semende terdiri dari dua suku kata yaitu Seme dan Ende dengan pengertian SEME = sama dan Ende = Harga. Semende = Sama Harga menurut logat Semende same rege yaitu betine (perempuan) tidak membeli dan bujang (lelaki) tidak dibeli. Pengertian Semende diartikan hubungan perkawinan (semende) bahwa laki-laki datang tidak dijual dan perempuan menunggu tidak membeli.
Semende menjadi Adat Semende disebut Tunggu Tubang yang penjabarannya dimulai berdasarkan :
1. Harta Pusake tinggi
2. Harte Pusake Rendah
Kedua-duanya tidak boleh di bagi dan sebagai penunggu ditunjuk anak perempuan tertua, jika tidak ada anak perempuan, maka anak laki-laki tertua sebagai tunggu tubangnya (anak belai). Harta Pusaka Tinggi yang telah turun temurun (bejulat) kepada anak cucu, cicit (piut) dan seterusnya sebagai ahli waris mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut :
1. Sama waris, Sama harga
2. Sama menjaganya
3. Perempuan (Tunggu Tubang) hanya menuggu tidak kuasa menjual
4. Laki-laki berkuasa, tapi tidak menuggu
13).Sumber, H. Tjikdeham mantan Kepala SD di Semende
5. Sama-sama mengambil faedah baik laki-laki atau perempuan rumusannya :
1. Perempuan dibela, laki-laki membela.
2. Sama-sama mengambil manfaat, yaitu perempuan disayang dan laki-laki disekolahkan tinggi, belajar mengaji sampai ke Makkah (Naun) dan sebagainya.
3. Sama-sama mengambil untung, perempuan lekas kawin (semende) sehingga orang tua berkesempatan mencari biaya untuk sekolah anak laki-laki, mengaji dan biaya kawin (semende).
4. Sama-sama mengharapkan hasil, perempuan lekas berkeluarga (semende) sehingga berkembang (berketurunan) dan laki-laki diantar kawin (semende) ke tunggu tubang lain.
Pemelihara harta warisan adalah ahli waris laki-laki dengan tugas mengawasi harta seluruhnya supaya tidak rusak, tidak berkurang, tidak hilang, dan sebagainya. Lelaki tidak berhak menuggu, dia seorang laki-laki seakan-akan Raja berkuasa memerintah dan diberi gelar dengan sebutan MERAJE.
Anak belai adalah keturunan anak betine (Kelawai Meraje) mengingat kelemahannya dan sifat perempuan (keibuan) maka ia dikasihi/disayangi dan ditugaskan menunggu harta pusaka sebagai tunggu tubang, mengerjakan, memelihara, memperbaiki harta pusaka dan ia boleh mengambil hasil (sawah, kolam, tebat, kebun/ghepangan) tetapi tidak kuasa menjual harta waris.
Seorang laki-laki di Semende berkedudukan sebagai MERAJE di rumah suku ibunya (kelawainye) dan menjadi rakyat di rumah isterinya sehingga dia meraje dan juga rakyat. Kalau warga Tuggu Tubang (Adat Semende) telah turun temurun berjulat berjunjang tinggi, maka tingkat pemerintah (Jajaran Meraje) tersusun sebagai berikut :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar